Polemik 15 Tahun, Ratusan Nelayan Pesisir Demo di Halaman Kantor Gubernur Babel

BABELTERAKTUAL.COM, PANGKALPINANG – Ratusan nelayan pesisir asal kabupaten Bangka, lakukan demo di halaman perkantoran Gubernur Babel, terkait persoalan pendangkalan di alur muara jelintik Sungailiat, Rabu (2/8/23).

“Kami minta pemerintah segera melakukan aksi pengerukan di alur muara jelintik karena kami sangat membutuhkan itu dengan cuaca yang buruk di musim tenggara ini,” kata Slamet Riyadi Ketua Kelompok Nelayan Pengusaha Ikan Sungailiat.

Slamet juga mengatakan sudah 15 tahun persoalan pendangkalan alur muara jelintik ini tidak selesai dan belum ada solusi jangka menengah dan jangka panjangnya sehingga para nelayan sudah mulai gerah.

“Sudah 15 tahun permasalahan ini masih belum selesai. Kami harap ini aksi terakhir kami dan kedepan tidak ada lagi permasalahan pendangkalan alur muara ini,” ujar Slamet.

Slamet mengatakan hadirnya ratusan nelayan pesisir dalam aksi demo ini juga untuk menyampaikan empat tuntutan yakni:

1. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kepulauan Bangka Belitung (Babel) atau Pj Gubernur Babel dapat menyampaikan kepada Presiden RI Joko Widodo agar meninjau kembali Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan ikan terukur (PIT) yang menyusahkan nelayan.
2. Menyampaikan kepada Menteri Kelautan Perikanan agar meninjau kembali Surat Edaran (SE) Nomor B.u01/MEN-KP/VI/2023 tentang Migrasi perizinan usaha subsektor penangkapan ikan dan perizinan berusaha sub sektor pengangkutan ikan karena sangat merugikan nelayan.
3. Pemprov Babel harus segera melakukan percepatan proses lelang normalisasi alur muara jekintik Sungailiat untuk jangka menengah dan jangka panjang.
4. Segera melakukan solusi jangka pendek untuk pengerukan normalisasi alur muara jelintik Sungailiat dalam menghadapi musim cuaca buruk saat ini.

Ketua Serikat Nelayan Nahdatul Ulama, Lukman juga menambahkan semua organisasi masyarakat nelayan pesisir akan mengawal persoalan ini hingga ke pusat, baik untuk surat edaran ataupun peraturan pemerintah.

“Sudah tiga kali bersurat ke pemerintah daerah namun belum ada jawaban dan solusi hingga saat ini. Terkait surat edaran itu sangat memberatkan nelayan-nelayan karena tidak hanya di Babel tapi nelayan se-Indonesia karena membatasi kerja para nelayan,” tutup Lukman. (EL/RED)