BABELTERAKTUAL.COM, PANGKALPINANG – Nelayan akui bahwa izin pengerukan PT Pulomas Sentosa di Muara Air Kantung Jelintik sudah habis, hal ini disampaikan Sekretaris Himpunan Nelayan Serikat Indonesia (HNSI) Bangka Slamet Riyadi, saat diwawancarai usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD Provinsi Babel, di Kantor DPRD Babel, Senin (01/07/24).
“Keinginan kita hari ini, meminta kepada Pemda baik provinsi maupun kabupaten agar tidak mengeluarkan kebijakan yang berpotensi mebuat masalah baru. Jadi kedatangan kami akibat permasalahan ini yang berlarut-larut, hal itu karena kebijakan pemerintah yang merugikan kami nelayan,” katanya.
“Saat dikeluarkan SK mendesak oleh pemerintah PT Pulomas bekerja pada bulan Maret 2024 sampai sekarang, walaupun pihak Pemda mengeluarkan surat kembali mencabut izin PT Pulomas, dikarenakan habis masa SK Mendesak sampai tanggal 5 Mei 2024,” jelas Slamet.
Slamet mengatakan bahwa selama ini memang PT Pulomas yang melakukan pengerukan di Muara Air Kantung Jelintik, namun belum selesai mengerjakannya, karena pada zaman Gubernur Erzaldi dicabut izin lingkungannya dan itulah awal mula konflik terjadi.
“Jadi untuk Muara Air Kantung yang awal pertama kali PT Pulomas, tapi PT Pulomas belum selesai mengerjakannya, karena pada zaman Gubernur Pak Erzaldi dicabut izin lingkungannya. Nah itu la awal mula konflik yang terjadi, ada tuntutan terkait masalah kebijakan gubernur waktu itu sehingga bermasalah hingga hari ini,” jelas Slamet.
Ia menambahkan bahwa siapa saja boleh mengerjakan Alur Muara Air Kantung, asalkan bekerja harus sesuai kebijakan dari pemerintah.
“Kami itu sebenarnya siapa saja boleh tapikan mereka bekerja harus sesuai kebijak dari pemerintah, yang kami kawal adalah kebijakan pemerintah jangan sampai salah, ketika hari ini pemerintah memberikan izin kepada PT Pulomas, tiba-tiba memberikan izin lagi kepada PT yang lain,” ucapnya.
“Permasalahan nya ketika memberikan izin ini kepada PT Pulomas yang hari ini bisa menjual pasir timah tanpa mendapatkan income apapun. Berdasarkan surat darurat kemarin sampai dengan 5 Mei 2024, dianggap sampai berlakunya SIKK mereka. Mereka mengeluarkan biaya ratusan juta yang sudah dikeluarkan, itu harus dihargai,” tuturnya.
Slamet menjelaskan bahwa ini bukan masalah hukum, tapi masalah surat dekresi kepada PT Pulomas sudah dikeluarkan juga, disini PT Pulomas merasa dikadali oleh pemerintah. Ia menambahkan bahwa pemerintah meminta PT Pulomas menyelesaikan perizinannya.
“PT Pulomas sudah mengeluarkan biaya tapi tidak diindahkan, pemerintah meminta PT Pulomas menyelesaikan perizinannya, ini akan jadi masalah, kalau ini jadi tuntutan mereka. Kami juga sudah berusaha untuk mengurus izinnya, namun tiba-tiba pemerintah melakukan kebijakan lain,” tutup Slamet. (Wulan)