Oleh:
Yudhistira Jaya Suprana (Wartawan)
Kabar terbaru mengenai penyitaan rumah mewah yang dilakukan oleh tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap tersangka Tamron alias Aon dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah, seolah menarik kita, untuk menyoroti lebih dalam masalah korupsi yang melanda industri ini.
Penyitaan yang dilakukan tim penyidik Kejaksaan Agung adalah satu dari banyak langkah yang diambil dalam upaya membersihkan korupsi yang menggerogoti fondasi industri tambang Indonesia.
Rumah mewah milik Aon yang terletak di Crown Golf Utara Nomor 7 Summarecon Serpong, Banten, mungkin saja itu hanyalah bagian kecil dari kekayaan yang diperoleh dari praktik korupsi yang merugikan negara dan masyarakat.
Coba kita bayangkan, anggap saja kasus korupsi tata niaga timah oleh BUMN dan mitra-mitranya ini seperti sebuah ketoprak.
Penyitaan sejumlah harta dalam bentuk barang mewah dan uang miliaran rupiah yang telah dilakukan oleh tim penyidik, mirip dengan topping ketoprak, layaknya bawang goreng dan kerupuk yang wanginya kemana-mana dan bunyinya sangat riuh ketika dikunyah.
Tapi sebetulnya, itu semua baru menyentuh permukaannya saja. Sejatinya, yang menjadi esensi dari ketoprak itu kan isinya, yang meliputi sayur, kecambah dan lontong, lalu kemudian dibalut menjadi satu dengan bumbu kacang.
Meskipun perhatian kita seringkali tertuju pada penyitaan harta kekayaan, yaa layaknya “topping” yang penampilannya mencolok dan terletak di atas ketopraknya saja. Namun, inti dari masalah ini sebetulnya jauh lebih dalam.
BUMN sering menjadi sarang bancakan. Dan kemitraan dengan swasta, seringkali dijadikan modus untuk merenggut keuangan negara, yaa layaknya seperti bumbu kacang yang membalut ketoprak itu sendiri.
Tentunya, sebuah perubahan yang mendalam, seperti pola kinerja, sistem dan pengawasan BUMN, sangat diperlukan supaya tindak pidana korupsi bisa dicegah secara efektif.
Di berbagai platform, jargon-jargon seperti “Say no to Corruption” dan “Korupsi adalah musuh utama”. Namun dalam kenyataannya, itu semua hanyalah seperti kerupuk dan bawang goreng yang baunya harum, tapi tidak akan terasa bila tidak diikuti oleh tindakan konkret, yakni mengunyahnya atau mengkombinasikannya dengan bahan atau bumbu yang lain.
Sebagai masyarakat, kita tentunya harus mengawal penegakan hukum yang sedang bergulir saat ini. Korupsi di BUMN yang mengelola sektor timah ini, tentunya bukan hanya sebatas penangkapan pelaku saja, tetapi juga harus dilakukan upaya pencegahan sejak awal.
Salah satu solusinya, yakni dengan terus memperkuat integritas dan transparansi dalam setiap aspek BUMN. Kemudian, harus dipastikan juga, bahwa penanganan kasus korupsi ini, bukan hanya sekadar sensasi sesaat, melainkan upaya nyata untuk menjaga keadilan dan keberlangsungan ekonomi negara.
Penegakan hukum yang dilakukan, haruslah lebih dari sekadar penyitaan aset dan penangkapan tersangka. Ini harus menjadi momentum bagi lembaga hukum terkait, untuk memperketat pengawasan dan meningkatkan transparansi dalam industri ini.
Kasus korupsi tata niaga timah ini, tidak hanya merugikan keuangan negara saja, tetapi juga bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum terkait yang menangani kasus tersebut.
Soal sejauh mana kasus ini akan membuka mata kita tentang tingkat korupsi yang merajalela di sektor tambang, itu tergantung pada kesungguhan pihak terkait, yang dalam hal ini adalah lembaga penegakan hukum, dalam menindak para pelaku dan memperbaiki sistem yang rapuh.
Yang pasti saat ini, masyarakat menuntut tindakan yang lebih tegas dan transparansi yang lebih besar. Penyitaan aset dan penahanan tersangka hanyalah langkah awal dalam upaya membersihkan industri yang kotor ini.
Kita semua berharap, kasus ini tidak hanya berakhir pada pengadilan saja, tetapi juga menjadi pelajaran berharga bagi kita semua tentang pentingnya kejujuran dan integritas dalam menjalankan sebuah bisnis, yang bermuara pada kepentingan masyarakat luas.
Selamat Menikmati Ketoprak….