BABELTERAKTUAL.COM, Bangka Selatan – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Bangka Selatan, Riama Br. Shite mengatakan, tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pembayaran ganti rugi lahan Kantor Camat Toboali, bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dilingkungan Pemkab Bangka Selatan.
Hal tersebut dikatakan Riama kepada wartawan saat pers rilis penetapan tersangka di Kantor Kejaksaan Negeri, pada Rabu (8/3/2023).
Riama menuturkan, kasus pembebasan lahan seluas lebih kurang 1,5 hektar tersebut menjerat tiga orang ASN berinisial HH, JV dan AHA. Saat ini, ketiganya resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung diamankan oleh tim penyidik Kejaksaan Negeri Basel ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Tuatunu Pangkalpinang.
“Ketiga tersangka itu, statusnya masih ASN aktif dilingkungan Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan, masing-masing mereka berinisial HH, JV dan AHA, dan ketiganya sudah kami serahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) tuatunu Pangkalpinang,” kata Riama.
Ia menjelaskan, bahwa pada tahun 2019 terdapat anggaran untuk ganti rugi lahan pada Bidang Tata Ruang dan Jasa Kontruksi Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang Perhubungan, Kabupaten Bangka Selatan sebesar Rp 8,6 miliar. Namun terjadi perubahan sehingga dana yang tersedia untuk ganti rugi lahan sebesar Rp 3.615.272.000 dengan realisasi tahun 2019 sebesar Rp 3.404.958.812 untuk belanja modal biaya ganti rugi lahan.
Sedangkan menurut pengakuan mereka, pembayaran ganti rugi lahan tersebut sebesar Rp 732.600.000 dibayarkan oleh HH kepada My yang disebutkan sebagai pemilik lahan yang berlokasi di Desa Bikang Toboali, Kabupaten Bangka Selatan.
“Tanggal 26 Juli 2019 Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Perhubungan Kabupaten Bangka Selatan melakukan pembayaran ganti rugi lahan untuk Kantor Kecamatan Toboali sebesar Rp 732.600.000. Pejabat Pembuat Komitmen atau PPK pada kegiatan tersebut adalah HH,” jelas Riama.
“Namun, fakta dilapangan bahwa lahan yang dibayarkan ganti kerugiannya untuk pembangunan Kantor Camat Toboali di Desa Bikang adalah milik Pgl warga Toboali,” tambahnya.
Masih lanjut Riama, namun sebelum pembayaran ganti rugi tersebut, terjadi kesepakatan antara JV, AHA dan HH dengan My. kemudian ketiga nya, mengatakan akan meminjam nama My untuk proses pembayaran ganti rugi lahan tersebut. Lalu My mempertanyakan kepada JV, AHA dan HH apakah tidak ada masalah dikemudian hari?.
“Kemudian, ketiga tersangka JV, AHA, dan HH meyakinkan My bahwa tidak akan terjadi masalah dikemudian hari sehingga My menyetujui dengan rencana tersebut,” ujarnya.
Sementara, dalam dugaan kasus tersebut JV berperan menyiapkan dokumen akta pelepasan hak dari lahan milik Pgl menjadi lahan milik My. Lalu JV menyiapkan nomor rekening atas nama My, KTP atas nama My dan SP3AT untuk diserahkan kepada HH untuk kelengkapan berkas pencairan uang ganti rugi lahan.
“Menurut pengakuan Pgl, pembayaran ganti rugi atas lahannya untuk pembangunan Kantor Kecamatan Toboali hanya sebesar Rp 304.000.000 yang dibayarkan oleh AHA, JV dan HH dengan alasan pencairan untuk pembayaran ganti kerugian lahan dari Pemkab Bangka Selatan hanya sebesar itu,” tuturnya.
Kemudian, lanjut Riama, saat melakukan pembayaran ganti rugi lahan untuk pembangunan Kantor Camat Toboali, terdapat selisih antara dana yang dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Perhubungan Kabupaten Bangka Selatan dengan nominal Rp. 732.600.000. Namun yang terbayarkan kepada pemilik lahan, Pgl hanya sebesar Rp 304.000.000 sehingga terdapat selisih sebesar Rp 428.600.000.
“Dari hasil itu, diberikanlah kepada My atas penggunaan namanya sebesar Rp 25.000.000 dan sisanya dibagi rata kepada JV, AHA dan HH. Nah, dari situlah indikasi dugaan tindak pidana korupsi tersebut terjadi, hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 428.600.000, dan diduga dilakukan bersama-sama oleh AHA, JV dan HH,” pungkasnya. (Riki)