Editorial
Rudi Syahwani
Pemred
“Enggak tau pak, gak ngerti baru dengar juga soal Maling Besar,” jawab Ivan polos, seorang warga Gabek yang berprofesi sebagai tukang bangunan. Jawaban Ivan menjadi yang ke 77 yang saya terima, setelah Budi, Teguh, Juned, Rahim dan lain-lain yang sudah saya tak ingat namanya.
Kesimpulannya mereka tidak gaduh, gelisah, resah apalagi terintimidasi soal isu Maling Besar yang dicuatkan oleh Penjabat Gubernur Babel, Suganda Pandapotan Pasaribu.
Terus yang gaduh bagian mana? Ini yang kemudian menjadi semakin manarik untuk diamati. Karena berbagai statement terus bermunculan, dari berbagai pihak, sampai-sampai harus mengkonfirmasi ke KPK. Oke, tidak ada salah ya. Tapi jika kemudian diiringi kata menciptakan kegaduhan dan keresahan, ini harus diuji.
Sampai dengan Ivan, sebagai orang ke 77 yang saya bincangi, malah tidak merasa harus perlu cari tahu. “Kami ini Cuma jual ikan keliling pak, apa yang mau kami maling, jadi apa yang harus jadi pikiran kami,” ungkap seorang penjual ikan yang setiap pagi menawarkan ikan dari TPI ke ru mah saya.
Tebakan saya benar-mereka yang berada di grassroot tidak ambil pusing. Jauh dari kata resah apalagi merasa harus gaduh. Apalagi menyangkut urusan korupsi. Ana, seorang ibu rumah tangga di daerah Pangkalbalam kota Pangkalpinang mengaku bahwa salah satu keresahan yang dirasakannya adalah soal stok minyak goreng yang sempat langka.
“Waktu itu resah saya pak, seperti ibu-ibu yang lain kita resah dan gaduh karena bingung di mana mau beli minyak goreng,” tutur Ana, yang juga mengabstarakaikan perasaan rekan nya sesama ibu rumah tangga.
Kemudian Yani, yang mengaku resah dan gaduh sebagaimana ibu-ibu lain, saat isu penculikan anak mencuat di Babel. “Resah lah pak, melihat video, berita, belum lagi kegaduhan di grup-grup WA hingga medsos, bahwa di Babel ada kasus penculikan anak,” kenang Yani.
Saya coba simpulkan, bahwa keresahan terjadi manakala itu berpotensi pada diri seseorang, dan gaduh ketika keresahan tersebut dirasakan oleh masyarakat secara umum. Seperti kasus migor dan penculikan anak.
Lha… Ketika ditanya soal Maling Besar, mereka malah tak tahu, jauh dari kata resah apalagi gaduh. Tapi kok ada pernyataan yang menuding ucapan Pj Gubernur Babel Suganda Pandapotan Pasaribu membuat resah dan gaduh.
Bahkan saat saya coba jelaskan soal maling besar, mereka malah mendukung. “Bagus lah kalau begitu. Memang harus diberantas pak, setuju saya kalau memang ada Maling (besar) seperti kata pak Gub itu ditindak,” ucap Riri yang mengaku tak tau siapa Gubernur Babel saat ini.
Nah, kalau Pj Gubernur Babel mengatakan melaporkan Maling Besar ke KPK dituding kebohongan publik, terus yang sebut resah dan gaduh apakah bukan kebohongan publik? Karena penelusuran yang ditemukan malah mengaku cuek bebek.
Mereka justru resah dan gaduh soal Migor yang langka, harga timah yang turun, harga BBM yang naik berkali-kali, harga telur yang meroket, sembako yang naik enggan turun dan semacamnya. Terus soal Maling Besar? Mereka bahkan tak merespon soal itu, apalagi merasa resah dan gaduh.
Jadi soal isu Maling Besar yang digelindingkan oleh Pj Gubernur Babel tersebut, selayaknya diabaikan manakala tidak merasa terkait dengan ujaran tersebut. Kenapa harus resah? Kenapa harus gaduh? Jika itu memang tidak menyangkut diri kita. Kira-kira begitu pelajaran yang dapat diambil dari ungkapan warga masyarakat.
Jika ada, biarlah hukum yang berproses, berikan pressure ke KPK yang sudah membidik masalah ini. Kenapa harus dibahasakan gaduh dan menimbulkan keresahan? Kami dari redaksi sudah menelusuri hal ini, dan kami percaya soal apa yang disampaikan oleh Pj Gubernur Babel, Suganda Pandapotan Pasaribu akan menemukan titik terang pada saat nya. Jadi tunggu saja.
Seorang pemilik kedai kopi dan makanan yang saya tanya, dengan gaya yang kocak berujar genit, “Gaduh… Loe aja kalee… Saya enggak tuh…” ujar salah satu dari 77 orang yang coba saya tanya soal Maling Besar ini. Hahaha… ada-ada saja nih tukang kopi.