Penulis: Rudi Syahwani
Pimpinan Redaksi
Lost generation, kalau diterjemahkan berarti generasi yang hilang atau terputusnya mata rantai sebuah generasi yang kemudian tergantikan dengan generasi yang baru. Jika ditilik dari maknanya, lost generation bisa positif bisa juga negatif.
Tergantung dari sisi mana pembahasannya. Tergantung generasi seperti apa yang terputus. Tapi dalam tulisan ini saya bicara soal generasi harapan bangsa yang dapat terputus oleh ancaman yang disebut stunting.
Saya mengenal istilah ini sekitar tahun 1998 ketika kuliah saya di Kampus Universitas Bengkulu sedang diracuni oleh berbagai kegiatan organisasi ekstra kampus. Salah satunya saya hobby duduk dalam berbagai diskursus dengan kajian-kajian ala mahasiswa saat itu. Dan dari berbagai diskusi, salah satunya membahas tentang potensi Indonesia mengalami lost generation.
Bedanya, saat itu dasar pembahasan lebih kepada ancaman psikotropika yang kian serius dengan beragam varian baru. Termasuk yang paling populer saat ini, yakni sabu sabu merupakan narkoba varian baru kala itu.
Tapi Senin (14/8/23) petang, dalam sebuah perbincangan, PJ Gubernur Bangka Belitung, Suganda Pandapotan Pasaribu tetiba mengucapkan kalimat tersebut. Suganda Pandapotan secara lugas mengingatkan ancaman stunting yang dapat memutuskan harapan dan cita-cita perjuangan bangsa karena generasi menghadapi era dengan generasi yang tidak mumpuni. Mulai dari fisik yang lemah, imunitas hingga IQ dan EQ yang rendah.
Terputuslah kemudian generasi emas yang dicita-citakan, hingga multy player effect nya menjadi bangsa yang lemah. Karena jika rakyat kuat dan cerdas, maka berdampak pada sebuah bangsa menjadi bangsa dan negara yang kuat.
Ini lah salah satu yang menjadi orientasi utama dalam program Gubernur Langsung Eksekusi Bersama Membangun Bangka Belitung atau disingkat “Gule Kabung.”
Stunting sendiri merupakan masalah dalam proses pertumbuhan fisik manusia. Yang kemudian dapat berdampak pula dengan manusia tersebut secara mentalitas hingga kecerdasan. Ciri-cirinya jelas, gangguan pertumbuhan seperti, ukuran tubuh yang kecil, tinggi badan yang kurang normal, fisik yang lemah dan rentan penyakit karena imunitas yang rendah, termasuk sulit dalam berkomunikasi dan cenderung pendiam.
“Stunting terjadi dipicu oleh beberapa hal. Mulai dari saat seorang bayi masih dalam kandungan, saat lahir, balita hingga usia sekolah dasar. Rendahnya asupan gizi, vitamin dan mineral bagi manusia sejak dalam kandungan hingga pada masa pertumbuhan menjadi pemicu awal dari stunting. Tidak itu saja, ditambah lagi dengan habit atau kebiasaan yang buruk, seperti kurang menjaga kebersihan, sanitasi, termasuk pola asuh. Nah ini yang kemudian menjadi penyebab stunting,” terang Suganda Pandapotan.
Dari penjelasan ini jelas, bahwa kondisi Sumber Daya Manusia (SDM) yang akan melanjutkan tongkat estafet pembangunan merupakan PR besar saat ini. Bahwa masyarakat kita masih banyak yang abai dengan pola makan, termasuk kandungan gizinya. Sanitasi yang buruk, belum lagi pola asuh hingga lingkungan yang buruk, bisa menjadi mimpi buruk bagi masa depan Indonesia, mengingat tantangan semakin besar.
“Salah satu yang menjadi misi penting pemerintah termasuk di Babel adalah mencegah generasi stunting. Jelas misi ini bermakna menjaga rantai asa berupa generasi emas sebagai generasi yang melanjutkan cita-cita perjuangan bangsa. Harus kita pastikan bahwa generasi setelah kita adalah generasi yang siap menjawab segala tantangan zaman. Jelas syaratnya adalah, sehat jasmani dan rohani, kuat fisik dan mentalnya termasuk cerdas dalam pemikirannya,” ulas PJ Gubernur.
Jelas bahwa ancaman stunting tak tak hanya menjadi jalan masuk lost generation, namun juga menjadi generation disaster dalam peta demografi. Jelas jumlah warga negara NKRI disebut sebagai bonus demografi, selayaknya menjadi sebuah anugerah yang harusnya dikonversi menjadi kekuatan di masa depan. Namun bonus tersebut bisa menjadi bencana demografi jika rakyat NKRI ini diterpa stunting.
“Saya juga ada keprihatinan selama ini, khususnya terhadap anak-anak kita usia sekolah, saat ini mereka banyak yang sudah tidak tak lagi hapal dengan lagu-lagu wajib Nasional atau lagu-lagu perjuangan. Tapi hapalnya lagu-lagu tiktok gitu. Ini harus menjadi keprihatinan kita juga, bahwa nilai-nilai luhur perjuangan bangsa juga terselip dalam lagu-lagu perjuangan, jangan nanti ikutan lost bareng generasinya,” pesan Suganda.(*)